Hang Tuah adalah seorang pahlawan dan tokoh legendaries Melayu pada masa pemerintahan Kesultanan Malaka. Ia adalah seorang pelaut dengan pangkat laksamana dan juga petarung yang hebat di laut maupun di daratan.
Asal-usulnya
Bermula, pada suatu hari. Sultan Mansur Syah berfikir hendak mengirim utusan ke Mengkasar [Makassar], maka Baginda pun memanggil Bendahara Paduka Raja (Bendahara sederajat dengan Perdana Menteri dalam sistem pemerintahan sekarang). Setelah Bendahara Paduka Raja datang menghadap, maka baginda pun berkata, “Hamba hendak mengirim utusan ke Mengkasar [Makassar]. Bagaimana pendapat Bendahara, apakah hal ini baik atau buruk?” Maka sembah Bendahara, “Sebaik-baik pekerjaan tuanku, berbanyak-banyak sahabat daripada seteru.”
Maka titah baginda, “Karanglah surat Hamba kepada raja Mengkasar [Makassar].” Maka Bendahara pun bermohonlah kepada baginda, lalu kembali untuk mengarang surat Sultan Mansur Syah kepada raja Mengkasar [Makassar]. Setelah surat tersebut selesai, lalu dipersembahkannya kepada Baginda; Baginda pun menyuruh untuk membacakannya.
Setelah Sultan Mansur Syah mendengar bunyi surat itu, terlalulah baginda berkenan. Adalah utusan yang dikirim itu : Seri Bija Pikrama dengan Tun Sura Diraja. Maka keduanya pun menjunjung duli; surat pun diarak dengan gendang serunainya, nafiri, dengan payung putih satu dan payung kuning satu. Maka sampailah kejambatan, maka kedua utusan itu pun turunlah ke perahunya menyambut surat itu, adapun yang mengantar surat itu adalah pegawai sebanyak empat orang. Setelah surat sudah turun maka yang menghantar pun kembalilah, selanjutnya Seri Bija Pikrama dan Tun Sura Diraja pun belayarlah.
Beberapa lama di jalan maka sampailah ke Mengkasar [Makassar], dipelabuhannya. Maka dipersembahkan orang kepada raja Goa, untuk mengatakan bahwa utusan dari Melaka datang. Maka raja Goa pun keluarlah dikawal oleh karaeng-karaeng beserta hulubalang dengan segala juak-juaknya, penuh dari balai datang ke tanah, orang yang mengadap. Maka surat pun disuruhnya sambut dengan selayaknya, betapa adat menyambut surat raja-raja yang besar-besar itu, demikianlah dibuatnya dengan hormat mulianya; delapan orang hulubalangnya, diarak dengan bunyi-bunyian, Setelah datang, disambut oleh penghulu bentaranya, dipersembahkannya kepada raja di Goa. Maka disuruhnya baca, setelah sudah dibaca, maka raja di Goa pun terlalu sukacita mendengar bunyi surat raja Melaka yang mengatakan daripada jalan muafakat itu. Setelah itu Seri Bija Pikrama dan Tun Sura Diraja pun naiklah menyembah raja di Goa, lalu duduk bersama-sama dengan hulubalangnya. Maka segala bingkisan pun dibawa oranglah masuk.
Selanjutnya berkatalah raja di Goa, “Hei Orang Kaya, apa khabar saudaraku di Melaka, tiada ia sakit-sakit? Dan apa kehendaknya menyuruhkan Orang Kaya kedua ini, apa hendak dicari?”
Maka sahut Seri Bija Pikrama, “Khabar baik karaeng. Tidak apa kehendak paduka adinda menyuruh mengadap tuanku, sekadar hendak mufakat juga, karaeng.” Maka raja di Goa pun terlalu suka, seraya berkata, “Aku pun demikian lagi Orang Kaya, hendak mufakat dengan saudaraku raja Melaka.”Maka sirih berkelurupang berceper pun datanglah, diberikan kepada Seri Pikrama dan Tun Sura Diraja. Maka kedua tempat sirih itu diberikannya kepada budak-budaknya, Seketika duduk, maka raja di Goa pun masuk; maka segala yang mengadap itu masing-masing kembalilah, maka Seri Bija Pikrama, dan Tun Sura Diraja pun turunlah ke perahu. Maka raja Mengkasar [Makassar] pun menyuruh menghantar pada kedua utusan itu, daripada sirih-pinang dan buah-buah serta dengan juadahnya.
Adapun akan Seri Bija Pikrama dan Tun Sura Diraja, beberapa kali diperjamu oleh raja di Goa, Senantiasa ia mengadap dan berkata-kata dengan baginda.
Hatta angin musim pun telah bertiuplah; pada suatu hari datanglah Seri Bija Pikrama dan Tun Sura Diraja mengadap raja di Goa hendak bermohon kembali. Maka sembahnya, “Karaeng, patik hendak bermohon, kerana musim sudah ada.”
Maka titah raja di Goa, “Baiklah Orang Kaya; apa kegemaran saudaraku raja Melaka, supaya aku carikan.”
Maka sembah Seri Bija Pikrama, “Tuanku, kegemaran paduka adinda itu, jikalau ada seorang laki-laki yang baik rupanya dan sikap serta dengan beraninya, itulah kegemaran paduka adinda.”
Maka titah raja di Goa, “Orang yang bagaimana itu? Anak orang baikkah? Atau sembarang orangkah?”
Maka sembah Seri Bija Pikrama, “Jikalau boleh, anak orang baiklah, karaeng.”
Setelah baginda mendengar kata Seri Bija Pikrama itu, maka titah raja di Goa kepada juak-juaknya, “Pergi engkau semua carikan aku, anak daeng yang baik, anak hulubalang yang baik; barang yang baik rupanya dan sikapnya engkau ambil.”
Maka segala juak-juaknya pun pergilah mencari anak orang, diseluruh kampung dan dusun dicarinya tiada didapatkan. Maka didengarya ada anak raja Bajung [Bajeng] yang terlalu baik rupanya dan sikapnya, ayahnya sudah mati. Maka segala juak-juak itu pun pergilah ke Bajung [Bajeng]. Setelah sampai, dilihatnya sungguh seperti khabar itu, lalu diambilnya, dibawanya kembali mengadap raja di Goa dan dipersembahkannya.
Maka oleh raja di Goa, ditunjukkannya itu. Maka titah baginda, “Bagaimana dengan orang ini, berkenankah saudaraku di Melaka, orang kaya?”Maka dipandang oleh utusan kedua itu, terlalulah ia berkenan dengan gemarya. Maka sembah Seri Bija Pikrama, “Demikianlah tuanku, yang dikehendaki paduka adinda.”
Maka titah baginda, ”Jika demikian orang ini saja Orang Kaya, aku kirimkan kepada saudaraku raja Melaka, ia ini anak raja Bajung, sebagai tanda mufakat, serta dengan kasihku akan saudaraku raja Melaka, maka aku berikan.”
Maka sembah Seri Bija Pikrama, “Seperti titah tuanku; yang titah paduka adinda pun demikian juga, tuanku. ”
Adapun anak raja Bajung itu Daeng Merupawah namanya; umurnya baru dua belas tahun. Diceriterakan orang yang empunya ceritera, sudah dua kali ia membunuh, mengembari orang mengamuk di negeri.
Setelah keesokan hari, maka utusan kedua itu pun naiklah mengadap raja Mengkasar [Makassar], didapatinya raja di Goa telah pepak diadap orang. Maka Seri Bija Pikrama dan Tun Sura Diraja pun duduk menyembah. Maka oleh raja di Goa utusan kedua itu dipersalini dengan sepertinya. Maka keduanya menyembah. Maka titah raja di Goa, “Katakan kepada saudaraku, Orang Kaya, akan Daeng Merupawah ini petaruhku Orang Kaya kepada saudaraku, raja Melaka. Perhamba ia baik-baik, dan kalau ada sesuatu yang dikehendaki oleh saudaraku, raja Melaka, dalam Mengkasar [Makassar] ini, cukup menyuruh ia kepada aku.” Maka sembah utusan kedua itu, “Baiklah tuanku.”
Setelah itu maka kedua utusan itu pun bermohonlah, lalu turun. Maka surat dan bingkisan pun diarak oranglah dengan selengkap alatnya, dengan segala bunyi-bunyian. Setelah datang ke perahu maka surat serta bingkisan itu disambut oranglah, disirupan. Maka segala yang menghantar itu pun kembalilah; maka Daeng Merupawah serta dengan Seri Bija Pikrama, kedua buahnya itupun belayarlah kembali.?*
Beberapa lamanya di jalan, maka sampailah ke Melaka. Maka dipersembahkan orang kepada Sultan Mansur Syah, mengatakan Seri Bija Pikrama telah datang. Maka baginda pun keluarlah, semayam diadap segala Orang Besar-besar dan hulubalang sida-sida, bentara, biduanda, Hamba raja sekalian. Maka surat itu disuruh baginda sambut dengan istiadatnya. Maka Sed Bija Pikrama dan Tun Sura Diraja pun bersama-sama baginda, serta membawa Daeng Merupawah.
Setelah sampai ke balai, maka surat disambut bentara dipersembahkan ke bawah duli baginda; maka disuruh baca kepada khatib. Setelah sudah dibaca, maka Sultan Mansur Syah pun terlalu sukacita mendengar bunyi surat raja Mengkasar [Makassar] itu. Maka Seri Bija Pikrama dan Tun Sura Diraja pun naik menjunjung duli, lalu duduk mengadap kepada tempatnya sedia itu; maka Daeng Merupawah pun dipersembahkan ke bawah duli dengan segala pesan raja Mengkasar [Makassar] itu semuanya dipindahkannya.Maka Sultan Mansur Syah pun terlalu suka, serta berkenan baginda memandang rupa dan sikapnya Daeng Merupawah itu. Maka titah baginda, “Bagaimana sampai raja Mengkasar [Makassar] bisa mengirim anak raja Bajung ini? Dilanggarkah raja Bajung maka anaknya tertawan ini?”
Maka sembah Seri Bija Pikrama, “Tiada tuanku, raja Mengkasar [Makassar] bertanya kepada patik akan kegemaran duli tuanku maka patik katakan gemar akan orang yang baik rupa.” Mala semuanya perihal ehwalnya habis dipersembahkannya ke bawah duli Sultan Mansur Syah. Maka baginda pun suka, serta Seri Bija Pikrama dipuji baginda. Maka Daeng Merupawah itu dinamai baginda Hang Tuah, itulah asal Hang Tuah; maka dipeliharakan oleh baginda dengan sepertinya, terlalu kasih baginda akan Hang Tuah, maka dianugerahi akan dia sebilah keris terupa Melaka dengan selengkap perhiasannya.
Adapun Hang Tuah selama ia di Melaka, tiada lain kerjanya, hanya berguru akan ilmu hulubalang. Barang siapa yang lebih tahunya dimasukinya; adalah kepada zaman itu tiadalah dua orang-orang muda sebagainya.
Adapun “Perhangan” ke bawah duli Sultan Mansur Syah yang setelah sudah pilihan delapan orang, iaitu Hang Jebat, dan Hang Kasturi, dan Hang Lekir, dan Hang Lekiu, dan Hang Ali dan Hang Iskandar, dan Hang Hassan, dan Hang Hussin; dan tua-tuanya Tun Bija Sura, menjadi sembilan dengan Hang Tuah. Sekaliannya berkasih-kasihan, mufakat, sama berilmu, tetapi kepada barang main tewas semuanya oleh Hang Tuah. Demikianlah diceriterakan oleh yang empunya ceritera.
Demikianlah sepenggal cerita dalam Sejarah Melayu (SULALATUS SALATIN) mengenai pribadi dan asal-usul Hang Tuah.
Sekilas tentang Kerajaan Bajeng
Bajung [Bajeng] atau juga sering disebut Kerajaan Bajeng adalah salah satu kerajaan yang terdapat di daerah sulawesi selatan, tepatnya disebelah selatan Kerajaan Goa dahulu [Makassar]. Adapun penguasa [Raja] dari kerajaan ini disebut Karaeng Loe ri Bajeng, sedangkan masyarakatnya dahulu di kenal dengan nama Tu Polongbangkeng.
Wallahu a’lam bisshawab. Semoga manfaat.
Sumber :
Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu)
No comments:
Post a Comment